This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, June 30, 2014

Diana Sari Korban Mutilasi Klungkung

Diana Sari

Korban-Mutilasi-Klungkung-Diana-Sari
(alm) Diana Sari, korban mutilasi yang dibunuh secara keji.
(Alm.) Diana Sari adalah seorang wanita yang menjadi korban kejahatan pembunuhan disertai mutilasi oleh tersangka Fikri alias Ekik di sebuah kamar kos yang beralamat di Jalan Kenyeri IX, Desa Tojan, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali pada tanggal 16 Juni 2014 yang lalu. Pada saat meninggal karena dibunuh, Diana Sari berusia 26 tahun.

Almarhum Diana Sari berstatus sebagai janda dan telah memiliki seorang putri berusia tiga setengah tahun bernama Nada Chila Ramadhani. Ayah Diana bernama Asikin tinggal di RT 02 RW 01 Kelurahan Samapuin, Kecamatan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Diana memiliki seorang paman yang bernama Ghazali dan seorang lagi kerabatnya yang tinggal di daerah Hyang Batu, Renon-Denpasar.

Diana Sari (26) dikenal sebagai perempuan yang mudah bergaul dengan orang lain. Selain itu, Diana juga bukan tipe pendiam. Ia cepat beradaptasi dan nyambung saat diajak bicara, meskipun oleh orang yang baru dikenalnya. Diana lahir di Lombok, namun dibesarkan di Kabupaten Sumbawa, NTB. Ia sama sekali belum pernah keluar Sumbawa sampai sekitar awal Mei 2014 ketika mengaku ingin pergi ke Malang Jawa Timur untuk bersekolah lagi. Sebelum ke Malang, Diana singgah di Bali, karena memiliki beberapa kerabat di Denpasar. "Ke Bali pada Mei lalu itu pun adalah kali pertama yang dilakukan Diana. Bahkan menyeberang ke Pelabuhan Padang Bai juga baru pertama kali dilakukannya. Karena itulah menjadi pertanyaan bagi pihak keluarga, kenapa kok tiba-tiba dia berani ke Bali sendiri," tutur Ghazali yang merupakan paman dari Diana Sari.

Disebutkan, Diana telah menikah namun bercerai pada awal tahun 2014 setelah dikaruniai anak berusia 2 tahun. Sebelum meninggalkan Kota Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa, Diana bekerja sebagai pegawai di sebuah bank swasta di Sumbawa. Namun, perempuan berkulit kuning langsat dan bermata agak sipit ini lantas memutuskan untuk keluar dari Sumbawa karena ingin ada perubahan dalam hidupnya, terutama dalam urusan materi. "Dia ngotot ingin keluar Sumbawa agar bisa sukses," kata Ghazali.

Diana mengenyam semua pendidikannya di Sumbawa. Mulai dia TK hingga SMK dihabiskan di Sumbawa. Diana dikenal sang paman sebagai anak yang pintar, cerdas, dan aktif. "Dia pernah juga jadi penari yang mewakili tingkat kabupaten sewaktu di SMK" ujar Ghazali. Namun, Diana tidak bisa menyelesaikan kuliahnya di sebuah universitas di Sumbawa, dan kemudian menikah. Tapi Ghazali sangat menyayangkan, karena di awal tahun 2014 Diana harus bercerai dengan suaminya. Menurut Ghazali, mantan suami Diana masih kuliah di Mataram, NTB.

"Diana sangat menyayangi anaknya. Sedikit-sedikit anaknya, sedikit-sedikit anaknya" kata Ghazali. Diana pun sering mengajak anaknya jalan-jalan di sekitar rumah Diana di Kota Sumbawa Besar. Beberapa waktu setelah proses perceraian itu, Diana sempat meminta izin kepada keluarganya untuk bekerja di Bali, tapi keluarga tidak mengabulkan. "Mending di Sumbawa, sedikit dapat duit tapi tidak jauh dari keluarga. Dia kan juga punya anak," kata Ghazali. Tidak mendapatkan izin ke Bali, Diana malah berubah pikiran, dan ingin pergi lebih jauh lagi, yakni kuliah di Malang. "Tak lama setelah bilang ingin ke Malang, Diana sudah pergi dari rumah. Ia tidak pamit orangtua. Dia hanya mengabari keluarga melalui telepon," kata Ghazali.

Secara terpisah, saudara Diana di Renon Denpasar menuturkan bahwa Diana tiba di Bali seorang diri. Saat itu, dia sempat mencurahkan isi hatinya tentang keinginan untuk menempuh pendidikan ke perguruan tinggi. "Dia cerita ingin kuliah sembari bekerja di Malang. Katanya, di sana dia punya rekan kerja. Diana juga cerita tentang masalah pribadinya, perceraiannya serta anaknya saat sempat sehari ke sini," kata Yayat, salah seorang kerabat Diana, yang tinggal di kawasan Yangbatu, Renon, Denpasar, Senin (23/6). "Dia ingin jadi bidan, karena sempat kuliah di Akademi Kebidanan di Sumbawa."

Rumah Diana Sari di Sumbawa

Rumah korban mutilasi, (alm) Diana Sari (foto: Liputan6.com/Hans Bahanan)

Liputan6.com, Sumbawa - Suasana rumah orang tua Diana Sari, korban mutilasi yang diduga dilakukan oleh pacarnya sendiri (F) di sebuah kos yang terletak di Kabupaten Kelungkung Bali beberapa waktu lalu, tampak lengang.

Pantauan tim Liputan6.com, Rabu (25/6/2014) rumah dengan pagar kayu yang terletak di RT 02 RW 01 Kelurahan Samapuin, Kecamatan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini terlihat sepi dari pengunjung. Tidak ada aktifitas yang menonjol di kediaman keluarga ini.

Salah seorang tetangga terdekat orangtua Diana, Lalu Wirasantana (40 tahun), mengaku telah mengetahui kabar meninggalnya Diana dalam keadaan dimutilasi, setelah keluarga Diana didatangi oleh polisi dari Bali yang langsung menjemputnya untuk membawa pulang jasad putri sulungnya itu.

Ibu korban langsung histeris ketika mengetahui bahwa korban mutilasi adalah anaknya. Korban sempat mengabarkan ke orang tuanya bahwa dia kuliah di Yogyakarta,” ujar Lalu

Berdasarkan keterangan Lalu, kehidupan korban dan keluarganya beberapa tahun terakhir mengalami konflik. Meski memiliki rumah sendiri, korban tidak tinggal di rumahnya melainkan memilih untuk kos karena adanya perselisihan antara korban dengan ibunya.

Setahu saya dia kos di daerah Brang Biji, karena berselisih dengan ibunya,” ucap Lalu.

Lalu menambahkan bahwa korban dulunya pernah bekerja sebagai pegawai di salah satu bank swasta di Sumbawa Besar. Hanya saja tidak sampai setahun, korban dipecat dari pekerjaannya. Status korban saat itu sudah menjanda dengan satu anak perempuan yang masih berumur 3 tahun.

Dia janda anak satu, dan anaknya diasuh oleh keluarga mantan suaminya di Desa Karang Cemes, Kelurahan Pekat,” pungkas Lalu.

Fikri, pria asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditangkap Polda Bali lantaran diduga melakukan pembunuhan sadis dengan cara mutilasi atas Diana.

Kapolda Bali, Irjen Pol AJ Benny Mokalu menjelaskan, penangkapan pelaku bermula dari analisis kepolisian berdasarkan sejumlah alat bukti, termasuk keterangan para saksi. "Dari situ dugaan mengarah kepada dia (F)," terang Benny di Denpasar, Senin 23 Juni 2014.

Bersamaan dengan penangkapan F, polisi juga menyita sebilah samurai (menurut keterangan polisi bukan samurai tetapi adalah sebilah pisau dengan panjang hanya kurang lebih 30 centi meter) yang diduga digunakan untuk memotong-motong tubuh korban. Kabarnya, pelaku memutilasi korban dipicu masalah perselingkuhan.

Nada Chila Ramadhani Putri (Alm) Diana Sari

Nada Chila Ramadhani

Gadis cilik itu kemungkinan besar sudah tidak akan bisa melihat sosok ibu kandungnya lagi, yakni Diana Sari (26). Kendati tes DNA yang memastikan identitas korban mutilasi di Klungkung baru diketahui setidaknya seminggu lagi, namun ciri-ciri fisik dan pengakuan pelaku mutilasi telah mengarahkan bahwa korban adalah Diana, warga Kota Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Chila adalah panggilan gadis yang usianya baru tiga setengah tahun tersebut. Nama lengkapnya adalah Nada Chila Ramadhani. "Chila diasuh dan ikut nenek dari pihak ayahnya," kata Ghazali, paman Diana Sari, saat dihubungi Tribun Bali, Selasa (24/6/2014).

Balita itu, menurut Ghazali, belum lama tinggal bersama neneknya, yakni sejak Februari 2014. Pada 8 Februari 2014, Pengadilan Agama Sumbawa menjatuhkan putusan resmi perceraian antara Diana dan suaminya. Hak asuh anak mereka satu-satunya, yakni Chila, diberikan ke pada pihak suami.

Kendati sudah bercerai, menurut Ghazali, Diana masih sering mengajak anaknya itu untuk sekadar jalan-jalan. Bahkan, pada 23 April lalu, Diana mengajak Chila untuk merayakan ulang tahun Diana di sebuah resto.

Bagaimana reaksi keluarga mantan suami Diana terhadap kasus mutilasi, belum ada informasi dari Ghazali. Namun, mantan suami Diana disebut tinggal di Mataram, ibukota Nusa Tenggara Barat (NTB), dalam rangka kuliah.

Sebetulnya jarak antara rumah keluarga Diana dan mantan suami terbilang dekat. Masih sama-sama di dalam Kota Sumbawa Besar,” jelas Ghazali.

Pihak keluarga mantan suami juga tidak pernah mempersulit Diana untuk bertemu Chila, termasuk membawanya jalan-jalan.(Tribun Bali Cetak)

Bunda Kangen Chila

Saat Diana berada di Bali, beberapa kali ia menyampaikan rasa kangennya lewat statusnya di jejaring sosial facebook (FB). "Kangen sama princess Chila yang cantik banget. Love you anakku yang cantik dan imut."

Demikian ungkapan perasaan Diana Sari (23) melalui facebook (FB)-nya dengan alamat NaNa Chayank Chilaa, Jumat (23/5) lalu..

Berdasarkan penelusuran Tribun Bali pada FB Nana, Chila yang memiliki nama lengkap Dana Chila Ramadhani ini berusia sekitar 3 tahun lebih. Chila yang berparas manis dan berkulit putih itu terpaksa berpisah dengan Nana karena perceraian dengan suaminya. Pengadilan Agama di Sumbawa Besar pada 6 Februari 2014 memutuskan, hak asuh Chila berada pada suaminya.

"Chila, bunda kangen. Sabar ya, entar bunda pulang. Buat Chila nih semuanya," tulis Nana pada 20 Mei. Diduga Nana menuliskan hal itu saat di Klungkung karena Fikri mulai menempatkan Nana di kosan yang menjadi tempat mutilasinya di Klungkung, sejak 16 Mei.

Dalam FB-nya, Nana juga mengunggah foto momen peringatan ulang tahun ke-22 Nana pada 23 April lalu. Saat itu Nana yang hanya ditemani Chila memamerkan kue tart ulang tahun.

"Chila yang sabar ya. Ada waktunya Chila sama bunda. Kalau sudah waktunya budan jemput. Tidak akan berpisah lagi sama bunda. Chila tinggal sama bapak untuk sementara waktu aja. Bunda tetap doa & kangen sama Chila," tulis Nana. (sumber: Tribun Bali Cetak)

Polda Bali Bentuk Tim Khusus Usut Kasus Mutilasi Klungkung

Polda Bali Bentuk Tim Khusus Usut Penemuan Potongan Tubuh

19 Jun 2014 17:44

Liputan6.com, Klungkung - Aparat kepolisian dari Polda Bali membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus pembunuhan yang menggegerkan warga Klungkung, Bali. Tim khusus itu beranggotakan personel dari Polres Klungkung, Bangli dan Karangasem.

Wakapolda Bali Brigjen Pol I Gusti Ngurah Raharja Subiakta mengaku akan memberikan perhatian khusus untuk kasus mutilasi yang pertama kali di temukan di Desa Gembelan, Kecamatan Selat Klungkung Kabupaten Klungkung, Bali, itu. Tim khusus akan diturunkan untuk mengungkap pembunuhan sadis yang menggegerkan tersebut.

"Ini termasuk extraordinary crime (kejahatan luar biasa). Tingkat kesadisannya tinggi. Manusia dikuliti seperti binatang," kata Raharjo di Denpasar, Kamis (19/6/2014).



Tim khusus tersebut langsung menggelar analisis tempat kejadian perkara (TKP) untuk mencari petunjuk kasus mutilasi itu.

Hasil pemeriksaan sementara memperlihatkan, korban dibunuh dengan cara amat kejam. Selain dimutilasi, korban yang diduga berjenis kelamin perempuan itu juga dirusak wajahnya. Sehingga sulit diidentifikasi.

Seperti diberitakan sebelumnya, warga di Desa Gambelan, Selat, Klungkung, Bali digegerkan dengan penemuan 2 potong tubuh manusia. Dugaan kuat, potongan itu adalah mayat korban mutilasi.

Di tempat berbeda, warga juga kembali menemukan 3 potongan tubuh manusia di wilayah Kabupaten Karangasem, Bali. Diduga potongan tubuh itu ada kaitannya dengan penemuan di Klungkung. (Mut)

Bagian Tubuh Mutilasi Klungkung Ditemukan

Warga temukan bagian tubuh korban mutilasi di Klungkung

Selasa, 17 Juni 2014 17:57

Merdeka.com - Potongan anggota tubuh manusia terbungkus kantong plastik warna hitam yang diduga sebagai korban mutilasi ditemukan warga di pinggir Jalan Raya Bukit Jambul, Kabupaten Klungkung, Bali, Selasa.

Bagian kepala dan pantat itu pertama kali ditemukan Kadek Sutrisna (29), warga setempat di bawah pohon nangka. "Bungkusan di bawah pohon nangka itu baunya menyengat sekali," ujarnya menuturkan peristiwa yang terjadi pada pukul 10.30 WITA itu, seperti dikutip dari Antara, Selasa (17/6).

Begitu kantong plastik tersebut dibuka, Sutrisna terkejut karena melihat potongan kepala berlumuran darah. Warga pun berbondong-bondong mendatangi lokasi penemuan potongan tubuh manusia itu. Personel dari Polres Klungkung dan Polsek Kota Klungkung sempat terhambat oleh kerumunan warga. Setelah itu, petugas membawa potongan tubuh korban ke RSUD Klungkung.

Polisi kemudian memasang garis pembatas di lokasi tersebut. "Kami juga sudah mendatangkan anjing pelacak untuk mencari potongan tubuh yang lainnya," kata Kepala Polres Klungkung Ajun Komisaris Besar Ni Wayan Sri Yudatni Wirawati di lokasi penemuan mayat yang berjarak sekitar 100 meter dari objek wisata Bukit Jambul.

Menurut dia, hingga radius 200 meter dari lokasi penemuan, anjing pelacak tidak menemukan potongan tubuh yang lainnya. Pihaknya juga belum menemukan identitas korban. "Kami sudah berkoordinasi dengan Polres Karangasem melalui Polsek Rendang terkait kasus ini," ujarnya.

Demikian juga mengenai jenis kelamin, Wirawati belum bisa memastikan karena potongan kepala korban sulit dikenali. Dia menduga korban disiksa terlebih dulu sebelum dibunuh. Sementara itu, Kepala Polsek Klungkung Ketut Sutaman melaporkan bahwa pada pukul 15.00 WITA telah ditemukan tulang dada dan tulang kaki di Desa Pesaban, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.

"Semua potongan tersebut dikirim ke RSUP Sanglah (Denpasar). Walau begitu, kami belum bisa menyimpulkan jenis kelaminnya," ujarnya.

Penemuan Mayat dan Bokong Manusia di Kebun Nangka Gegerkan Bali

Selasa, 17 Juni 2014 17:57

TRIBUNNEWS.COM, BALI - I Kadek Sutrisna, warga Dusun Gembalan, Desa Selat, Kabupaten Klungkung, kaget melihat bungkusan hitam dengan bau amis menyengat saat pergi ke kebun untuk membungkus buah nangka, Selasa (17/6/2014) sekitar pukul 10.30 Wita.

Karena penasaran, Sutrisna memukul-mukul bungkusan yang ditemukan di pinggir jalan raya Bukit Jambul, Klungkung itu. Ia kemudian membukanya.

Alangkah kagetnya, ternyata dalam bungkusan itu berisi kepala manusia berlumuran darah.

Laki-laki paruh baya itu pun ketakutan. Sutrisna yang bekerja sebagai petani ini langsung lari dan menyampaikan perihal penemuan tersebut kepada orang tuanya serta warga sekitar.

Penemuan potongan kepala dan juga bokong yang berjarak sekitar enam meter dari lokasi tanah milik Pedanda Istri Geriya Pidada, Klungkung, yang digarap oleh I Nyoman Gomboh (51) itu kemudian dilaporkan ke kantor polisi.

"Bungkusan di bawah pohon nangka itu baunya menyengat sekali," ujar Sutrisna menuturkan peristiwa penemuan yang menggegerkan warga Klungkung itu. Diperkirakan korban meninggal kurang dari delapan jam setelah ditemukan.

Warga berbondong-bondong mendatangi lokasi penemuan potongan tubuh manusia, yang berjarak sekitar 100 meter dari objek wisata Bukit Jambul, itu.

Personel dari Polres Klungkung dan Polsek Kota Klungkung sempat terhambat oleh kerumunan warga.

Potongan organ itu dibungkus tas kampil dan tas kresek hitam. Yang mengerikan, saat diperhatikan seksama pada telinga, hidung, dan mulut sudah dipotong dan kondisinya dirusak, demikian juga kedua mata hilang.

Setelah dilakukan penelusuran dengan mengerahkan anjing pelacak, pihak kepolisian masih menemukan potongan tubuh lain di TKP kedua yakni satu tas kresek warna hitam yang berisi tulang tangan, telapak kaki, dan beberapa potong tulang (dagingnya sudah habis).

Selanjutnya ditemukan lagi di TKP ketiga, satu tas kresek yang dibungkus karung plastik yang berisi potongan dada (sudah dikuliti, namun dagingnya masih ada) dan tulang kaki di Desa Pesaban, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.

Dari TKP pertama ke TKP kedua berjarak sekitar 400 meter. Dari TKP kedua ke TKP ketiga berjarak 200 meter (dari arah Karangasem di kiri jalan masuk wilayah Polsek Rendang Karangasem).

Seluruh potongan tubuh tersebut dibawa ke Rumah Sakit Umum Klungkung, kemudian dibawa lagi ke RSUP Sanglah untuk kepentingan autopsi. "Kasus ini sangat sadis, pelaku menguliti korbannya untuk menghilangkan jejak," kata Kapolres Klungkung AKBP Ni Wayan Sri Yudatni Wirawati kepada Tribun Bali.

Kasusnya kini dalam penyelidikan pihak Polres Klungkung dan sampai saat ini belum diketahui identitas korban. "Kami sudah berkoordinasi dengan Polres Karangasem melalui Polsek Rendang terkait kasus ini," ujar Sri Yudatni.

Demikian juga mengenai jenis kelamin, Sri Yudatni belum bisa memastikan karena potongan kepala korban sulit dikenali. Dia menduga korban disiksa terlebih dulu sebelum dibunuh.

"Lantaran kasus ini tergolong luar biasa diduga mutilasi, kami menyebar informasi ke jajaran kepolisian lainnya untuk bersama-sama bisa mengungkap kasus ini," ujar Sri Yudatni.

Pihak Polres Klungkung mengimbau kepada masyarakat yang merasa kehilangan anggota keluarga segera melaporkan ke pihak kepolisian terdekat. "Atau bisa datang ke Polres Klungkung dengan membawa foto keluarga yang hilang tersebut," kata Sri.

Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap dua potongan tubuh korban di RSU Klungkung oleh dr I Gusti Ngurah Agung Manik Rucika, temuan tersebut dinyatakan sebagai berikut.
  1. Pinggul tanpa klulit dan organ dalam
  2. Kepala :
    • Rambut terpotong pendek tidak beraturan.
    • Pelipis tidak ada/robek :
    • Kiri robek 4x3x1 dan kanan robek 5x4x1
    • Mata keduanya tanpa bola mata.
    • Telinga keduanya terpotong:
    • Kiri robek 5x4x2 dan kanan 10x7x2
    • Hidung dalam keadaan terpotong dgn luka 5x5
    • Pipi kiri 6x6x1 dan kanan 17x6x1
    • Bibir atas dan bawah tidak ada dgn luka bibir atas 5x3x2 dan bawah 6x5x2
    • Dagu tidak ada dengan luka 6x5x2.

Proses Pelebon Agung Permaisuri Klungkung

Ribuan Warga Ikuti Proses Pelebon Agung Permaisuri Klungkung

SEMARAPURA - Ribuan warga Klungkung memadati lapangan Puputan Klungkung, tepatnya di depan kantor Bupati Klungkung, sekitar pukul 10.00 WITA. Mereka mengikuti proses Pelebon Agung (Ngaben) Permaisuri Klungkung yang terakhir.

Tjokorda Gede Agung, kerabat dari Permaisuri Klungkung Ida I Dewa Istri Putra mengatakan, sangat berterimakasih terhadap masyarakat yang mengikuti upacara tersebut. Prosesi Pelebon Agung sudah dilakukan sejak Jumat (27/6/2014).

"Kemarin kami sudah melaksanakan mesatya dengan cara potong rambut sampai plontos. Salah satunya yang melakukan mesatya saya sendiri, ini sebagai bentuk pelingsir," ujarnya saat ditemui di Puri Klungkung, Minggu (29/6/2014).

Dan, hari Minggu ini (Radite Wage Klurut, 29/6/2014) adalah puncak upacara Pelebon Ida I Dewa Istri Putra. "Hari ini merupakan proses puncak pelebon agung, Permaisuri Klungkung Ida I Dewa Istri Putra wafat pada 28 Desember 2013 dan baru sekarang ini akan diupacarai," terangnya.

Imbuhnya, Permaisuri Klungkung Ida I Dewa Istri Putra bukan masyarakat biasa, sehingga membutuhkan waktu untuk mencari hari baik untuk upacara pelebon agung.

Sementara, Polres Klungkung mengerahkan 352 personel untuk pengamanan proses pengabenan tersebut. "Personel yang membantu upacara ini mulai dari Polsek, Polres, dan Kodim," ujar Kapolres Klungkung AKBP Ni Wayan Sri Yudayatni Wirawati.

Bade Permaisuri Klungkung Mencapai 6 Ton, Diusung 6.500 Orang

Bade (tempat jenazah) almarhum Permaisuri Klungkung Ida Dewa Agung Istri Putra bernama Padmasari dibuat dengan ketinggian 28 meter, tumpang 11 dengan berat mencapai 6 ton lebih.

Bade untuk permaisuri dari Raja terakhir Klungkung, Ida Dewa Agung Istri Putra ke-13 ini diusung oleh 350 orang satu kali putaran dengan jarak 100 meter. Total, secara keseluruhan melibatkan 6.500 orang. Satu orang membawa beban sekitar 25 hingga 26 kilogram.

Sejak tahun 1965, belum pernah ada prosesi atau Pelebon Agung menggunakan Naga Banda. Sangging Alit Astika, pembuat Bade Pelebonan Permaisuri Klungkung Ida I Dewa Putra mengatakan sudah mengerjakan Bade sejak awal Mei 2013. Dia dibantu 15 sangging lainnya yang juga dari Klungkung. "Pengerjaannya ini tergolong cepat, kami melakukannya secara maraton, supaya bisa tepat waktu," ucapnya di Klungkung, Minggu (29/6/2014).

Bade tersebut terbuat dari kayu, bambu, styrofoam, dan aksesoris lainnya seperti kertas dan payung. "Kami baru pertama kali membuat bade yang sebesar ini, semenjak tahun 1965 belum ada lagi. Mungkin ini juga pertama kali dan untuk yang terakhir kalinya buat kami, sebab sudah tidak ada permaisuri atau raja di Klungkung," paparnya.

Dia menambahkan, jika warga biasa yang meninggal dunia, tidak dibuatkan bade. Namun, karena yang wafat adalah permaisuri, maka upacara pelebonannya pun berbeda.

Ni Wayan Sri Yudayatni Wirawati

Kapolres Klungkung

AKBP Dra Ni Wayan Sri Yudayatni Wirawati, SIK, adalah Kepala Kepolisian Resort (Polres) Klungkung yang menjabat sejak tanggal 8 Agustus 2012 hingga kini menggantikan Kapolres yang sebelumnya AKBP Tri Wahyudi.

Posisi dan jabatan yang strategis dalam suatu instansi tak lantas membuat sosok Ni Wayan Sri Yudayatni Wirawati hanya sekadar mengerjakan tugas belaka. Menjalani keseharian sebagai Kapolres Klungkung, perempuan kelahiran Denpasar, 21 Mei ini tetap fokus dalam menjaga keamanan Kabupaten Klungkung. Selain itu, di sela kesibukannya, istri dari Ir. Acep Mantap Simanjuntak ini masih menyempatkan diri untuk berkebun.

Menurut Yudayatni, hobinya adalah bercocok tanam. Sehingga untuk mengisi waktu luang di luar jam kerja, disebutkan Yudayatni, dibukalah perkebunan untuk budidaya pepaya organik. Bertempat di Jl. By Pass Kusamba, Klungkung, lahan pertanian untuk tanaman padi diubahnya menjadi demplot budidaya pepaya organik varietas California. Tak hanya pohon pepaya, lahan tersebut juga diisinya dengan tanaman bunga gumitir. Salah satu jenis bunga yang sering digunakan umat Hindu untuk melengkapi sarana sembahyang, yaitu canang sari.


Target dan sasaran pembuatan demplot budiaya pepaya organik pada tahap awal, diungkapkan ibu dari Cendekia Yehuda Simanjuntak dan Tia Marshelina Simanjuntak, ini adalah untuk internal Polri (Kasat Binmas, Para Kanit Binmas dan Bhabinkamtibmas Polsek Jajaran) juga eksternal Polri (anak-anak sekolah dan Pramuka Saka Bhayangkara). Yudayatni juga mengungkapkan bahwa tujuan pembuatan demplot yang terletak di Desa Gelgel Klungkung ini adalah untuk mengisi salah satu program pembinaan kepada masyarakat. “Karena salah satu mata pencarian masyarakat adalah pertanian. Sasaran pembinaan adalah anak-anak sekolah mulai dari TK, SD, SMP dan SMA termasuk Pramuka. Jadi, kami gunakan pertanian sebagai materi dalam rangka Harkamtibmas,” bebernya.

Tak kurang dari 800 pohon pepaya ditanam Yudayatni sejak 17 Agustus 2013 silam. Ide tersebut ditegaskan Yudayatni murni dari dirinya pribadi. “Lalu untuk tindak lanjutnya saya minta dibantu oleh Bapak Sutarno dan beberapa tenaga untuk membantu dalam pengolahan tanah,” lanjut Yudayatni. Bahkan ia mengaku terjun langsung untuk menanam, melakukan penanaman, sesekali membantu dalam pengolahan tanah, sampai dengan memanen bunga gumitir. Tak jarang Yudayatni juga langsung mengirim bunga ecara langsung khusunya yang ke Kuta dan Ubud. “Meskipun ide ini untuk mengisi waktu tapi dalam perjalanan banyak mendapatkan masukan dari masyarakat bahkan banyak yang berkunjung ke kebun, termasuk kunjungan Bapak Gubernur,” ujarnya terharu.

Memilih tempat di By Pass Klungkung, menurut Yudayatni, karena mudah dijangkau. Selain itu kontur tanahnya bagus untuk pertanian, aliran air subak yang sangat mendukung untuk kegiatan pertanian serta jaraknya dekat dengan pusat kota sehingga memungkinkan untuk ditinjau oleh siapapun yang ingin berkunjung. “Dan yang utama adalah dekat dengan jalan utama. Supaya memudahkan dalam sosialisasi, sehingga mudah untuk dicari dan dilihat karena menarik,” ungkapnya bangga.

Dalam mengelola perkebunan ini, Yudayatni mengaku mendapat dukungan penuh dari kelarganya. Suami dan kedua buah hatinya sangat mendukung. “Suami saya orang Teknik Sipil, tetapi dalam mengisi waktu di usia pensiun juga menyenangi pertanian dan perkebunan. Bentuk dukungan dari suami yaitu bentuk dukungan moral dan materiil,” lanjutnya. Kalau anak-anak, khusunya si bungsu menurut Yudayatni jiwanya menurun darinya, hobinya bercocok tanam. “Dari kecil senang tanam bibit, hanya saja, sekadar mengikuti petunjuk-petunjuk gurunya dari sekolah yang berhubungan dengan pelajaran biologi,” tambahnya.

Bagi Yudayatni, dukungan dari masyarakat sangat baik, saling isi mengisi, tukar pikiran sekaligus menyerap informasi terkait dengan pertanian. Hingga beberapa waktu belakangan ini diungkapkan Yudayatni, ada beberapa pihak yang sudah berkunjung. Seperti dari kelompok pertanian, PPL dan KPL Kantor Dinas Tanaman dan Pangan Kabupaten Klungkung, Kadis Pertanian Provinsi Bali beserta Staf. Dari kelompok sekolah diantaranya adalah anak – anak Pramuka Saka Bhayangkara juga dari TK Bhayangkari Cabang Klungkung. Dari kelompok Pemerintahan / Pejabat adalah Bapak Gubernur Bali, Made Mangku Pastika serta Bapak Djainaldi dari Jakarta. Juga dari kelompok masyarakat lain yang tak terorganisir.

Kabupaten Klungkung Provinsi Bali

Kabupaten Klungkung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kabupaten Klungkung adalah kabupaten dengan luas wilayah yang terkecil di provinsi Bali, Indonesia. Ibukotanya berada di Kota Semarapura. Klungkung berbatasan dengan Kabupaten Bangli di sebelah utara, Kabupaten Karangasem di timur, Kabupaten Gianyar di barat dan dengan Samudra Hindia di sebelah selatan.

Sepertiga wilayah Kabupaten Klungkung (112,16 km²) terletak di antara pulau Bali dan dua pertiganya (202,84 km²) lagi merupakan kepulauan, yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Klungkung dahulu terkenal sebagai Kabupaten penghasil pasir dan batuan alam berkat adanya tambang galian C di Kusamba, namun sejak Galian C tersebut ditutup dan pemerintah melarang adanya penambangan pasir, kini warganya beralih menjadi petani dan di sektor pariwisata.

Sejarah Klungkung

Pada zaman kerajaan, Klungkung menjadi pusat pemerintahan raja-raja Bali. Raja Klungkung adalah pewaris langsung dan keturunan lurus dari Dinasti Kresna Kepakisan. Oleh karenanya, sejarah Klungkung berhubungan erat dengan raja-raja yang memerintah di Samprangan dan Gelgel. Selama pemerintahan Dinasti Kepakisan di Bali, terjadi dua kali perpindahan pusat kerajaan (tahun 1350-1908):
  • Pertama dari Samprangan ke Gelgel – Swecapura berlangsung secara damai (abad ke-14) dengan raja yang berkuasa: Dalem Ketut Nglesir,Dalem Waturenggong, Dalem Bekung, Dalem Segening, dan Dalem Dimade.
  • Kedua: pusat kerajaan pindah dari Gelgel – Swecapura ke pusat Kerajaan Klungkung – Semarapura abad 17 – 20 dengan Raja Dewa Agung Jambe, Dewa Agung Made, Dewa Agung Di Madya, Sri Agung Sakti, Sri Agung Putra Kusamba, dan Dewa Agung Istri Kania.
Kerajaan Klungkung Bali telah berhasil mencapai punjak kejayaan dan keemasannya dalam bidang pemerintahan, adat dan seni budaya pada abad ke 14 – 17 di bawah kekuasaan Dalem Waturenggong dengan pusat kerajaan di Keraton Gelgel – Swecapura memiliki wilayah kekuasaan sampai Lombok dan Blambangan. Terjadinya perang Puputan Klungkung ketika pusat kerajaan Klungkung sudah berada di keraton Semarapura.

Perang Kusamba

Kusamba, sebuah desa yang relatif besar di timur Smarapura hingga abad ke-18 lebih dikenal sebagai sebuah pelabuhan penting Kerajaan Klungkung. Desa yang penuh ilalang (kusa = ilalang) itu baru tampil ke panggung sejarah perpolitikan Bali manakala Raja I Dewa Agung Putra membangun sebuah istana di desa yang terletak di pesisir pantai itu. Bahkan, I Dewa Agung Putra menjalankan pemerintahan dari istana yang kemudian diberi nama Kusanegara itu. Sampai di situ, praktis Kusamba menjadi pusat pemerintahan kedua Kerajaan Klungkung. Pemindahan pusat pemerintahan ini tak pelak turut mendorong kemajuan Kusamba sebagai pelabuhan yang kala itu setara dengan pelabuhan kerajaan lainnya di Bali seperti Kuta.

Nama Kusamba makin melambung manakala ketegangan politik makin menghebat antara I Dewa Agung Istri Kanya selaku penguasa Klungkung dengan Belanda di pertengahan abad ke-19. Sampai akhirnya pecah peristiwa perang penting dalam sejarah heroisme Bali,Perang Kusamba yang menuai kemenangan telak dengan berhasil membunuh jenderal Belanda sarat prestasi, Jenderal AV Michiels.

Drama heroik itu bermula dari terdamparnya dua skoner (perahu) milik G.P. King, seorang agen Belanda yang berkedudukan di Ampenan,Lombok di pelabuhan Batulahak, di sekitar daerah Pesinggahan. Kapal ini kemudian dirampas oleh penduduk Pesinggahan dan Dawan. Raja Klungkung sendiri menganggap kehadiran kapal yang awaknya sebagian besar orang-orang Sasak itu sebagai pengacau sehingga langsung memrintahkan untuk membunuhnya.

Oleh Mads Lange, seorang pengusaha asal Denmark yang tinggal di Kuta yang juga menjadi agen Belanda dilaporkan kepada wakil Belanda di Besuki. Residen Belanda di Besuki memprotes keras tindakan Klungkung dan menganggapnya sebagai pelanggaran atas perjanjian 24 Mei 1843 tentang penghapusan hukum Tawan Karang. Kegeraman Belanda bertambah dengan sikap Klungkung membantu Buleleng dalam Perang Jagaraga, April 1849. Karenanya, timbullah keinginan Belanda untuk menyerang Klungkung.

Ekspedisi Belanda yang baru saja usai menghadapi Buleleng dalam Perang Jagaraga, langsung dikerahkan ke Padang Cove (sekarangPadang Bai) untuk menyerang Klungkung. Diputuskan, 24 Mei 1849 sebagai hari penyerangan.

Klungkung sendiri sudah mengetahui akan adanya serangan dari Belanda itu. Karenanya, pertahanan di Pura Goa Lawah diperkuat. Dipimpin Ida I Dewa Agung Istri Kanya, Anak Agung Ketut Agung dan Anak Agung Made Sangging, Klungkung memutuskan mempertahankan Klungkung di Goa Lawah dan Puri Kusanegara di Kusamba.

Perang menegangkan pun pecah di Pura Goa Lawah. Namun, karena jumlah pasukan dan persenjatan yang tidak berimbang, laskar Klungkung pun bisa dipukul mundur ke Kusamba. Di desa pelabuhan ini pun, laskar Klungkung tak berkutik. Sore hari itu juga, Kusamba jatuh ke tangan Belanda. Laskar Klungkung mundur ke arah barat dengan membakar desa-desa yang berbatasan dengan Kusamba untuk mencegah serbuan tentara Belanda ke Puri Klungkung.

Jatuhnya Kusamba membuat geram Dewa Agung Istri Kanya. Malam itu juga disusun strategi untuk merebut kembali Kusamba yang melahirkan keputusan untuk menyerang Kusamba 25 Mei 1849 dini hari. Kebetulan, malam itu, tentara Belanda membangun perkemahan di Puri Kusamba karena merasa kelelahan.

Hal ini dimanfaatkan betul oleh Dewa Agung Istri Kanya. Beberapa jam berikutnya sekitar pukul 03.00, dipimpin Anak Agung Ketut Agung, sikep dan pemating Klungkung menyergap tentara Belanda di Kusamba. Kontan saja tentara Belanda yang sedang beristirahat itu kalang kabut. Dalam situasi yang gelap dan ketidakpahaman terhadap keadaan di Puri Kusamba, mereka pun kelabakan.

Dalam keadaaan kacau balau itu, Jenderal Michels berdiri di depan puri. Untuk mengetahui keadaan tentara Belanda menembakkan peluru cahaya ke udara. Keadaan pun menjadi terang benderang. Justru keadaan ini dimanfaatkan laskar pemating Klungkung mendekati Jenderal Michels. Saat itulah, sebuah meriam Canon yang dalam mitos Klungkung dianggap sebagai senjata pusaka dengan nama I Selisik, konon bisa mencari sasarannya sendiri ditembakkan dan langsung mengenai kaki kanan Michels. Sang jenderal pun terjungkal.

Kondisi ini memaksa tentara Belanda mundur ke Padang Bai. Jenderal Michels sendiri yang sempat hendak diamputasi kakinya akhirnya meninggal sekitar pukul 23.00. Dua hari berikutnya, jasadnya dikirim ke Batavia. Selain Michels, Kapten H Everste dan tujuh orang tentara Belanda juga dilaporkan tewas termasuk 28 orang luka-luka.


Klungkung sendiri kehilangan sekitar 800 laskar Klungkung termasuk 1000 orang luka-luka. Namun, Perang Kusamba tak pelak menjadi kemenangan gemilang karena berhasil membunuh seorang jenderal Belanda. Sangat jarang terjadi Belanda kehilangan panglima perangnya apalagi Michels tercatat sudah memenangkan perang di tujuh daerah.

Meski akhirnya pada 10 Juni 1849, Kusamba jatuh kembali ke tangan Belanda dalam serangan kedua yang dipimpin Lektol Van Swieten, Perang Kusamba merupakan prestasi yang tak layak diabaikan. Tak hanya kematian Jenderal Michels, Perang Kusamba juga menunjukkan kematangan strategi serta sikap hidup yang jelas pejuang Klungkung. Di Kusamba, pekik perjuangan dan tumpahan darah itu tidak menjadi sia-sia. Belanda sendiri mengakui keunggulan Klungkung ini.

Perang Puputan Klungkung

Puputan Klungkung diawali oleh peristiwa Perang Gelgel yang meletus tanggal 18 April 1908. kemudian tanggal 21 April 1908 Belanda mengerahkan angkatan lautnya dari pantai Jumpai dan keesokan harinya mendarat di Kusamba dan menyerang Klungkung dari arah timur, barat, dan selatan. Raja Klungkung I Dewa Agung Jambe beserta keluarga dan rakyat bertempur habis-habisan (puputan) sampai gugur.

Ini adalah perlawanan bunuh diri yang sarat ritual oleh penguasa dan pengikut mereka terhadap detasemen pasukan kolonial Belanda yang dipersenjatai dengan baik. Pada akhirnya hampir dua ratus orang Bali terbunuh oleh peluru Belanda.

Setelah kejadian ini, Klungkung ditempatkan di bawah pemerintahan langsung Belanda. Pada tahun 1929 keponakan penguasa terakhir, Dewa Agung Oka Geg, diangkat menjadi bupati oleh penguasa kolonial. Pada tahun 1938 statusnya dan tujuh bupati Bali lainnya diakui kedaulatannya sebagai zelfbestuurder atau raja. Setelah pembentukan negara Indonesia kesatuan di 1949-1950, jabatan raja telah dihapuskan di Bali dan di tempat lainnya. Gelar Dewa Agung tidak dipergunakan lagi seiring dengan kematian Dewa Agung Oka Geg pada tahun 1964. Anggota-anggota keluarganya sejak itu beberapa kali terpilih untuk memimpin Klungkung sebagai bupati.

Tempat-tempat menarik

Beberapa tempat menarik untuk dikunjungi antara lain:
  • Monumen Puputan

  • Taman Gili / Kertha Gosa

  • Nusa Lembongan

    Nusa Lembongan adalah sebuah pulau kecil di lepas pantai tenggara pulau utama Bali. Cepat menjadi salah satu atraksi paling populer di Bali, pulau ini surga adalah dunia yang jauh dari kerumitan dan riuh kecepatan dari Bali Selatan. Baik pedagang maupun lalu lintas mar pemandangan luar biasa; ini adalah tempat yang baik untuk hanya menempatkan kaki Anda dan rileks. Kegiatan utama termasuk berselancar, menyelam dan snorkeling. Air adalah beberapa yang paling jelas Anda akan menemukan di mana saja, dan biru aqua hidup dalam warna.
  • Nusa Penida

    Nusa Penida adalah pulau tenggara pulau Bali di Indonesia. Secara administratif, pulau ini adalah sebuah distrik Kabupaten Klungkung. Ada dua pulau kecil di dekatnya - Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan - yang termasuk dalam distrik (kecamatan). Selat Badung memisahkan pulau dan Bali. Interior Nusa Penida berbukit dengan ketinggian maksimum 524 meter. Hal ini lebih kering dari pulau terdekat Bali. Berbeda dengan tetangga pulau kecil Nusa Lembongan ada sangat sedikit prasarana pariwisata di sini. Secara administratif, kecamatan dengan nama yang sama, memiliki populasi 45.178 pada sensus 2010, yang meliputi 202,6 km2, sedikit berubah dari 10 tahun sebelumnya
  • Desa Wisata Kamasan

  • Desa Tohpati, Banjarangkan

    Tidak ada artikel yang bisa menjadi referensi utama tentang Desa Tohpati di Banjarangkan.
  • Pantai Watu Klotok

    Pura Watu Klotok letaknya tidak jauh dari pura terkenal lainnya yang ada di bumi serombotan. Salah satunya Pura Dasar Bhuwana Gelgel. Sehingga keberadaannya sangat mudah dijangkau bagi umat yang gemar bertirtayatra. Apalagi saat ini, jalur By-pass Tohpati-Kusamba (By-pass IB Mantra) sudah tuntas dikerjakan. Tentu akses bagi umat menuju pura yang berada di Banjar Celepik, Tojan, Klungkung itu semakin mudah.

    Pura Watu Klotok memiliki panorama pantai selatan Klungkung yang mempesona. Dari pura itu, sembari bersembahyang umat pun dapat menyaksikan keindahan kawasan Kepulauan Nusa Penida dan Hotel Bali Beach di pantai Sanur. Hampir setiap bulan, persisnya ketika bulan purnama, Pura Watu Klotok benar-benar menjadi tempat yang paling dicari oleh umat yang haus akan pendalaman spiritual. Karena Pura Watu Klotok dipercaya sangat baik dijadikan objek matirtayatra yang belakangan ini makin diminati umat Hindu.

    "Bisa dikatakan Pura Watu Klotok merupakan tempat yang mampu menghilangkan dahaga bagi umat yang kehausan pendalaman spiritual," ungkap Bendesa Adat Satra Dewa Ketut Soma yang kerap ditunjuk sebagai panitia karya. Tak jarang, umat bahkan sampai makemit (begadang) sembari bersemedi di Pura Watu Klotok guna menemui kedamaian batin.

Sunday, June 29, 2014

Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung - Provinsi Bali

Semarapura

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

kota-semarapura-kabupaten-klungkung-bali
Semarapura adalah kota yang berada di Kabupaten Klungkung. Kota ini tidak memiliki status administrasi dan sebagian besar wilayahnya berada di Kecamatan Klungkung. Semarapura merupakan pusat pemerintahan kabupaten yang juga dikenal sebagai daerah sumber seni dan budaya di Bali. Secara historis, seni dan budaya Bali lahir dan berpusat di Semarapura, baik seni tari, kerawitan, ukiran, patung, arsitektur, wayang dan tata upacara keagamaan.

Kota ini terkenal dengan julukan Kota Serombotan salah satu panganan tradisional khas kota ini. Luas kota ini yaitu ± 315 Km² dimana pembagian wilayahnya yaitu ± 112,16 Km² merupakan daerah yang ada di Pulau Bali sedangkan ± 202,84 Km² lagi adalah Nusa Ceningan, Nusa Penida dan Nusa Lembongan.

Sejarah

Daerah yang sekarang disebut Semapura dulu adalah pusat Kerajaan Klungkung. Kota Klungkung pun diubah dan diresmikan namanya menjadi Kota Semarapura pada 28 April 1992 oleh Menteri Dalam Negeri, Rudini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.18 tahun 1992. Selanjutnya, setiap 28 April ditetapkan sebagai Hari Puputan Klungkung dan HUT Kota Semarapura. Hari jadi kota Semarapura bertepatan juga dengan peresmian Monumen Puputan Klungkung.

Tempat Menarik

Tempat menarik yang patut kita kunjungi antara lain:
  • Taman Gili / Kerthagosa


    Kertha-Gosa-Semarapura-Klungkung
    Taman Gili / Kerthagosa yang menjadi obyek wisata utama di Klungkung.
    The Kertha Gosa paviliun adalah contoh dari arsitektur Bali yang terletak di pulau Bali, di kota Klungkung, Indonesia. The Kertha Gosa Pavilion di Klungkung Palace pertama kali dibangun pada awal abad ke-18 oleh Dewa Agung Gusti Sideman. Fungsi pertama paviliun itu untuk pengadilan pada tahun 1945. Kertha Gosa itu dicat ulang pada tahun 1920 dan lagi pada tahun 1960. Orang-orang yang menemukan paviliun tahu ada sejarah panjang di belakang paviliun. Penemuan Kertha Gosa paviliun hanya dikenal oleh orang-orang menulis tentang hal itu di sini atau ada orang lain di luar Bali. The Kertha Gosa Pavilion di Klungkung memiliki kisah Bhima Swarga dicat di langit-langit. Bhima Swarga adalah epik Hindu direferensikan dari Mahabharata. Cerita Kertha Gosa di Pavilion tidak seluruh Mahabharata tapi satu bagian kecil yang disebut Bhima Swarga.

  • Monumen Puputan


    Monumen-Puputan-Semarapura-Klungkung
    Monumen Puputan Klungkung, Bali - Indonesia
    Monumen Puputan Klungkung merupakan monumen kebanggaan masyarakat Klungkung. Monumen ini merupakan simbol perjuangan rakyat dan kerajaan Klungkung melawan penjajah. Monumen Puputan Klungkung berlokasi di tengah-tengah kota Semarapura ibukota Klungkung tepatnya di jalan Untung Surapati. Tempat ini berada di posisi yang strategis karena terletak di tengah-tengah keramaian kota, pusat pertokoan di Klungkung, pasar tradisional, kantor pemerintahan Klungkung dan terletak berdampingan dengan Kertha Gosa. Jika dari pusat kota Denpasar dapat ditempuh melalui Jalan By Pass Ngurah Rai. Dari Jalan By Pass Ngurah Rai terus lurus ke arah Utara hingga sampai di Batubulan lalu dilanjutkan melalui Jalan By Pass Prof. Ida Bagus Mantra. Di sepanjang jalan ini kita dapat menyaksikan garis pantai selatan Bali dan juga jalan yang masih mulus karena memang proyek By Pass di jalur ini baru saja selesai. Terus melalui jalur jalan ini hingga sampai di desa Takmung yang merupakan bagian dari Kabupaten Klungkung. Perjalanan sudah semakin dekat karena kita hanya perlu berkendara sekitar 10 menit untuk mencapai pusat kota Semarapura (ibukota Klungkung).

    Monumen-Puputan-Klungkung-Semarapura
    Tampak depan monumen Klungkung.
    Monumen Puputan Klungkung dibangun untuk mengenang jasa para pahlawan dan ksatria kerajaan Klungkung melawan serangan kolonialisme Belanda di zaman penjajahan. Monumen Puputan Klungkung merupakan tugu peringatan hari bersejarah Puputan Klungkung yang dulu terjadi pada hari Selasa Umanis 28 April 1908. Di sekitar areal monumen inilah dahulu terjadi perlawanan habis-habisan (perang puputan) melawan penjajah Belanda.

    Monumen Puputan Klungkung nampak menjulang tinggi di tengah-tengah keramaian pusat kota Semarapura. Monumen ini memiliki tinggi sekitar 28 meter dan berdiri di areal tanah dengan luas sekitar 128 m2. Bentuk dari monumen ini umumnya sama seperti monumen-monumen peringatan di Bali dan mencirikan karya seni arsitektur Bali, yaitu terdiri dari lingga dan yoni. Pada bagian bawah lingga terdapat sebuah ruangan berpetak yang dilengkapi dengan pintu masuk bergapura sebanyak 4 buah yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Pintu tersebut terletak di sebelah utara, timur, selatan dan barat dari bangunan lingga di bagian bawah. Di tengah-tengah antara ruangan berpetak dengan lingga terdapat bangunan kubah bersegi delapan yang alasnya dihiasi dengan kembang teratai sebanyak 19 buah. Dan secara keseluruhan angka-angka pada monumen ini akan mencerminkan pada tanggal bersejarah bagi masyarakat Klungkung 28-4-1908. Di sekitar monumen dilengkapi dengan bale bengong di setiap sudut halamannya dan biasanya bale bengong ini dimanfaatkan sebagai tempat belajar kelompok oleh para pelajar SD, SMP maupun SMA di Klungkung.

  • Daerah Wisata Seni dan Budaya, Desa Kamasan


    Kampoeng-Seni-Desa-Kamasan
    Gerbang pintu masuk ke desa Kamasan - Kampung seni.
    Kamasan adalah desa yang berada di kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Bali, Indonesia. Kamasan amat dikenal dalam dunia kesenian Bali, karena berbagai lukisan tradisional Bali diilhami dari corak Kamasan, yang terinspirasi dari Jawa. Hingga abad ke-18, sejumlah raja Bali memanfaatkan tenaga seniman Kamasan. Di samping seni lukis, kesenian lain yang berkembang di Kamasan adalah tari, musik, wayang, kerajinan emas dan perak. Apabila para pelukis banyak tinggal di Banjar Sangging, para pengrajin banyak tinggal di Banjar Pandemas.

    Nama desa ini sudah disebutkan sejak tahun 1072. Dalam bahasa Bali, Kamasan berarti "benih yang bagus". Desa Kamasan sendiri sudah lama terkenal sebagai pusat kesenian di Kabupaten Klungkung dan menjadi rujukan para wisatawan asing dan domestik yang ingin mencari benda seni karya para seniman asli Bali. Salah satu lukisan khas Kamasan yang pernah muncul di film Hollywood adalah di film "3 Days To Kill" yang dibintangi oleh Kevin Costner. Lukisan seni khas Kamasan nampak di ruang tamu apartemen milik istri Ethan di Paris - Perancis.

    Pemandangan di rumah-rumah penduduk kampung seni Kamasan - Klungkung.
    Menyebut nama Desa Kamasan, Klungkung, maka ingatan kita akan tertuju pada sebentang kanvas berhiaskan tokoh-tokoh pewayangan. Kamasan memang sudah sangat identik dengan lukisan tradisional wayang klasik Bali itu. Dari generasi ke generasi, krama Kamasan begitu suntuk menekuni kesenian warisan leluhurnya. Gemuruh perkembangan seni rupa dunia yang menawarkan beragam aliran, tak kuasa membuat mereka berpaling. Bahkan, tidak sedikit krama Kamasan menggantungkan sumber penghidupannya dari aktivitas berkesenian.

    Kamasan adalah sebuah komunitas seniman lukisan tradisional. Begitu intim dan begitu lama berkembangnya seni lukis tradisional maka para seniman menyebut hasil-hasil lukisan di sana memiliki gaya (style) tersendiri yaitu lukisan tradisional Kamasan. Sesungguhnya bakat seni tumbuh pula pada karya-karya seni lainnya yaitu berupa seni ukir emas dan perak dan yang terakhir ialah seni ukir peluru. Meskipun dari segi material yang digunakan kain warna logam mengikuti perubahan yang terjadi tetapi ciri khasnya tetap tampak dalam tema lukisan atau ukiran yaitu menggambarkan tokoh-tokoh wayang.

    Salah satu gallery seni di kampung seni Kamasan - Bali.
    Lukisan Tradisional Wayang Kamasan Asal-usul lukisan wayang tradisional gaya Kamasan, menurut I Made Kanta (1977), merupakan kelanjutan dari tradisi melukis wong-wongan (manusia dengan alam sekitar) pada zaman pra-sejarah hingga masuknya agama Hindu di Bali dan keahlian tersebut mendapatkan kesempatan berkembang dengan baik. Cerita yang dilukis gaya Kamasan banyak yang mengandung unsur seni dan makna filosofis yang diambil dari Ramayana dan Mahabharata, termasuk juga bentuk pawukon dan palelidon. Salah satu contoh warisan lukisan Kamasan telah menghiasi langit-langit di Taman Gili dan Kerthagosa, Semarapura, Klungkung.

    Kamasan sebagai pusat berkembangnya lukisan dan ukiran tradisional klasik Bali adalah nama sebuah desa di Kecamatan dan Kabupaten Klungkung. Desa Kamasan secara geografis termasuk desa dataran rendah dekat dengan pantai Klotok atau pantai Jumpai ± 3 km. Jarak dari Denpasar ke desa ini sekitar 43 km. Akses sangat mudah karena dekat dengan pusat Kota Semarapura, Klungkung.

    Kamasan juga terkenal sebagai pusat industri uang kepeng, yakni uang kuno yang berlubang di tengahnya dan berisikan aksara kuno pada pinggirannya. Uang ini dahulu digunakan sebagai mata uang / alat tukar pada zaman kerajaan, dan pada masa kini masih digunakan sebagai sarana beribadah dan benda seni untuk dikoleksi.