This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, February 16, 2015

Monumen Puputan Klungkung

Monumen Puputan

Monumen Puputan Klungkung adalah sebuah taman kota yang dilengkapi dengan monumen tugu prasasti dan terletak di jantung Kota Semarapura - Kabupaten Klungkung. Monumen ini adalah symbol dari perjuangan rakyat kerajaan Klungkung dalam melawan bangsa penjajah yang mencoba menguasai wilayah mereka. Monumen Puputan Klungkung berada di tengah kota Semarapura atau tepatnya di jalan Untung Surapati - Klungkung. Lokasi ini merupakan posisi yang sangat strategis karena terletak tepat di tengah keramaian kota, pusat pertokoan di Kabupaten Klungkung, pasar tradisional, kantor pemerintahan Klungkung dan terletak berdampingan dengan objek wisata yang berupa bangunan dengan arsitektur kuno peninggalan sejarah, Kertha Gosa. Mengingat wilayahnya yang tidak begitu luas, kita hanya perlu berkendara sekitar kurang dari 10 menit untuk mencapai pusat kota Semarapura (ibukota Klungkung).

Monumen_Puputan_Simbol_Perjuangan_Rakyat_Klungkung
Monumen Puputan yang merupakan simbol perjuangan rakyat Klungkung.

Monumen Puputan Klungkung dibangun untuk mengenang jasa para pahlawan dan ksatria kerajaan Klungkung melawan serangan kolonialisme Belanda di zaman penjajahan. Monumen Puputan Klungkung merupakan tugu peringatan hari bersejarah Puputan Klungkung yang dulu terjadi pada hari Selasa Umanis 28 April 1908. Di sekitar areal monumen inilah dahulu terjadi perlawanan habis-habisan hingga tetes darah terakhir (puput) sehingga disebut sebagai perang puputan melawan penjajah Belanda.

Monumen Puputan Klungkung nampak menjulang tinggi di tengah-tengah keramaian pusat kota Semarapura. Monumen ini memiliki tinggi sekitar 28 meter dan berdiri di areal tanah dengan luas sekitar 128 m2. Bentuk dari monumen ini umumnya sama seperti monumen-monumen peringatan di Bali dan mencirikan karya seni arsitektur Bali, yaitu terdiri dari lingga dan yoni. Pada bagian bawah lingga terdapat sebuah ruangan berpetak yang dilengkapi dengan pintu masuk bergapura sebanyak 4 buah yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Pintu tersebut terletak di sebelah utara, timur, selatan dan barat dari bangunan lingga di bagian bawah. Di tengah-tengah antara ruangan berpetak dengan lingga terdapat bangunan kubah bersegi delapan yang alasnya dihiasi dengan kembang teratai sebanyak 19 buah. Dan secara keseluruhan angka-angka pada monumen ini akan mencerminkan pada tanggal bersejarah bagi masyarakat Klungkung 28-4-1908. Di sekitar monumen dilengkapi dengan bale bengong di setiap sudut halamannya dan biasanya bale bengong ini dimanfaatkan sebagai tempat belajar kelompok oleh para pelajar SD, SMP maupun SMA di Klungkung.

Jadi Objek Wisata Monumen Puputan Klungkung Sepi Pengunjung

Semarapura (Bali Post) - Monumen Puputan Klungkung berdiri tegak di jantung Kota Semarapura. Mendengar namanya, tentu monumen ini erat kaitannya dengan perang habis-habisan (puputan) yang terjadi di Kerajaan Klungkung pada zamannya. Selain didirikan untuk mengenang perjuangan Kerajaan Klungkung, monumen ini sebenarnya juga difungsikan sebagai objek wisata. Sayangnya, dengan status itu, tak satu pun wisatawan yang pernah masuk ke dalam monumen tersebut.

Jika dibandingkan dengan objek wisata Kertha Gosa, nilai sejarah yang terkandung di dalamnya sebenarnya menjadi satu kesatuan dalam sejarah keberadaan Kerajaan Klungkung. Sayangnya, perkembangan Kertha Gosa sebagai objek wisata tak berimbas pada objek wisata Monumen Puputan Klungkung yang sebenarnya hanya dipisahkan oleh Patung Catur Muka.

Pantauan di lokasi Jumat kemarin, di dalam monumen ini, terdapat ragam cerita kehidupan zaman Kerajaan Klungkung, mulai dari kehidupan sosial ekonomi rakyatnya, perkembangan seni budaya, hingga kerajaan ini memilih berperang dan akhirnya harus menyerah kepada penjajahan Belanda. Cerita-cerita itu tertata rapi di dinding dalam monumen, lengkap dengan ilustrasi patung-patung kecil bagaimana peristiwa itu terjadi.

Data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Klungkung menunjukkan, jumlah kunjungan ke objek wisata Kertha Gosa mencapai 60.262 wisatawan selama tahun 2012. Sementara, kunjungan wisatawan ke objek wisata Monumen Puputan Klungkung, sama sekali tidak ada. Disbudpar diduga hanya serius mengelola empat objek wisata sebagai pendongkrak PAD Klungkung dalam bidang pariwisata yakni Kertha Gosa, Goa Lawah, Levi Rafting, dan Kawasan Nusa Penida. Dari empat objek wisata itu, pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2012 sebesar Rp 1.411.547.958.

Mantan Bupati Klungkung, Tjokorda Gde Ngurah, yang terlibat langsung dalam pendirian monumen ini, mengatakan monumen dibangun sebagai bukti fisik semangat perjuangan masyarakat Klungkung pada masa lalu. Tidak hanya itu, monumen ini juga sebagai salah satu ilustrasi peristiwa penting dalam perjalanan sejarah perjuangan rakyat Bali dalam menegakkan harga diri manusia Bali dan kedaulatan tanah Bali. Pada peristiwa perang antara Kerajaan Klungkung dan Belanda, saat itu ditutup dengan klimaks nan tragis yakni kematian raja, kerabat, dan sebagian rakyatnya yang lebih dikenal dengan sebutan Puputan Klungkung.

Peristiwa ini kemudian selalu diperingati setiap 28 April sebagai hari Puputan Klungkung. Menurut pemerhati agama, adat dan budaya Bali, Dewa Soma, kehadiran Monumen Puputan Klungkung sudah menjadi sebuah ciri kepribadian Kota Semarapura, sebagai poros keindahan kota. Wujud monumen ini dikatakan mengacu pada konsep Lingga-Yoni dengan tinggi 28 meter, 4 pintu dan delapan anak tangga. "Bilangan ini memiliki makna 28-4-1908, sebagai peristiwa Puputan Klungkung, yang di dalamnya terdapat patung Raja Klungkung Ida I Dewa Agung Jambe bersama pengikutnnya yang setia dan kisah perjuangan rakyat Klungkung dalam perang puputan melawan Belanda," katanya.

Menurutnya, Monumen Puputan Klungkung berdiri megah, bukan sekadar peringatan pada masa lampau, namun bagaimana penerusnya mampu meneladani dan mempelajarinya sebagai sesuluh hidup. "Sebab dari monumen itu, bisa dipelajari jiwa, semangat, pemikiran dan konsep serta ide para pendahulu tentang sastra, agama, budaya dan kepemimpinan membangun Klungkung," ucapnya. (kmb31)

Sejarah

Sejarah ialah bagian masa lalu yang integral dengan kehidupan suatu bangsa dimasa setelahnya. Sejarah ialah lembar catatan yang telah tergores oleh tinta cerita yang mendeskripsi tentang kejadian atau perihal peristiwa penting yang pernah terjadi. Dalam cerita sejarah, dipastikan selalu ada aktor dan massa yang menyerti perjalanan kesejarahan suatu bangsa tersebut. Sehingga mengingat begitu urgennya sejarah, sampai pelaku sejarah sendiri, Proklamator RI Ir. Soekarno pernah berkata bahwa bangsa yang besar ialah bangsa yang menghormati dan menghargai jasa-jasa para pahlawannya (sebagai aktor sejarah).

Pengabadian sejarah bisa dilakukan dengan berbagai macam hal seperti dituliskan dalam bentuk buku, dicatatkan dibuku-buku harian, atau dibuatkan museum atau monumen yang akan senantiasa mematri peristiwa kesejarahan suatu daerah atau bangsa sehingga masih bisa diingat dan diperingati oleh generasi setelahnya. Dan Pulau Bali sebagai bagian dari NKRI tentu juga memiliki beberapa museum maupun monumen yang mampu menyimpan berbagai deskripsi sejarah didalamnya. Monumen Puputan Klungkung merupakan salah satunya.

Monumen Puputan Klungkung dibangun tiada lain untuk menghargai dan mengingat perjuangan masyarakat Bali yang kontra terhadap perilaku kolonial Belanda. Monumen yang sarat dengan nilai sejarah ini ternyata tak hanya menjadi objek untuk menyimpan kenangan perjuangan tanpa pantang menyerah itu, namun juga menimbulkan daya tarik dari kalangan wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain karena sarat dengan nilai sejarah, monumen ini juga berlokasi di jalur yang strategis sehingga mudah untuk dijangkau maupun untuk menjangkau lokasi wisata yang lainnya.

Apa itu Monumen Puputan Klungkung?

Monumen ini merupakan bangunan atau tugu yang tinggi menjulang mencapai 28 meter dan berada tempat ditengah-tengah Kota Semarapura sehingga wisatawan yang ingin mengunjunginya begitu mudah untuk mencapainya. Bangunan ini berbentuk Lingga Yoni dan memiliki total luas sekitar 123 meter persegi. Yang menarik ialah disetiap sudut bangunan monumen terdapat Bale Bengongnya. Sementara dibagian bawah Lingganya terdapat sebuah ruangan dengan ukuran besar dengan dilengkapi empat pintu di Timur, Barat, Utara dan Selatannya.

Pun dengan bangunan berbentuk kubah segi delapan yang mana memiliki alas 19 buah kembang teratai yang terdapat diantara ruang bawah tanah dengan Lingga. Angka 19 bunga teratai ternyata ada hubungannya dengan ketinggian bangunan monumen yang mencapai 28 meter yakni erat kaitannya dengan peristiwa sejarah Perang Puputan antara masyarakat Bali dengan penjajah Belanda.

Adakah yang tahu istilah Perang Puputan itu?

Puputan sendiri merupakan sebuah tradisi dalam masyarakat Bali yang merupakan tindakan habis-habisan untuk membeli kehormatan negara tercintanya. Dalam bahasa Bali, kata “Puputan” berasal dari kata “Puput” yang memiliki makna mati atau habis dan lainnya. Dalam konteks Puputan yang dimaksud disini ialah perang sampai mati, sampai titik darah penghabisan yang mana berlaku untuk semua penduduk, tanpa memperhitungkan kelas sosial atau darimana kastanya berasal.

Di Bali, dulu pernah terjadi Perang Puputan—baik Pupuran Jagaraga maupun Puputan Margarana—yang dilakukan oleh segenap masyarakat Bali melawan kompeni penjajahan Belanda. Mereka berperang dengan gagah berani untuk melepaskan belenggu dan cengkraman penjajahan Belanda supaya fajar kebebasan dan kemerdekaan bisa dirasakan. Makanya, untuk menghargai dan mengenag peristiwa berdarah dan penuh makna itu kemudian dibangunlah Monumen Puputan Klungkung ini.

Berdirinya Monumen Perjuangan Puputan Klungkung ini juga bisa dimaknai sebagai bukti kegigihan dan sikap pantang menyerah yang berada dalam setiap jiwa masyarakat Bali. Masyarakat Klungkung secara khusus dari dulu sampai sekarang masih konsisten dengan sikapnya dalam menjunjung tinggi nilai-nilai keluhruan dan kesucian tanah dan darahnya dari imperialisme bangsa asing. Sehingga peristiwa Klungkung ini bisa menjadi cambuk dan menularkan motivasi kepada daerah lainnya untuk bangkit dan berani melawan penjajah Belanda sekalipun tak dipersenjatai oleh perlengkapan senjata yang memadai.

Dalam data sejarah, terdapat beberapa kali Puputan yang terjadi di Bali. Namun yang paling terkenal secara nasional ialah Puputan Jagaraga dan juga Puputan Margarana. Puputan Jagaraga dipimpin oleh Kerajaan Buleleng untuk melawan Belanda dengan menggunakan sistem Tawan Karang yakni dengan cara menyita seluruh instrumen transportasi laut pasukan Belanda yang bersandar di pelabuhan Buleleng.

Dan yang kedua ialah Puputan Margarana yang juga terkenal. Puputan Margarana dipimpin oleh salah satu tokoh Bali yanki Letkol. I Gusti Ngurah Rai. Banyak para ahli sejarah menyebut bahwa Puputan Margarana merupakan perang yang paling sengit dan berdarah yang pernah terjadi di Pulau Dewata. Dan kini, peristiwa sejarah dan berdarah itu telah berlalu puluhan tahun silam dengan menyisakan peristiwa dan kejadian sejarah yang patut dihargai dan dibanggakan keberaniannya.

Segala romantisme keberanian dan sikap pantang menyerah para pejuang Bali kala itu tersimbolisasi dan terkodifikasi dalam Monumen Puputan Klungkung ini. Makanya, bagi Anda yang ada kesempatan berkunjung ke kawasan Klungkung bisa menyambangi monumen yang sarat dengan aspek sejarah ini. Beberapa hal yang bisa dilakukan disini seperti berfoto sebagai kenangan, mengenang kesejarahan perang sengit yang pernah terjadi untuk semakin mengetahui lebih dalam lagi tentang Perang Puputan yang pernah terjadi di Bali.

Lokasi

Monumen Puputan Klungkung berada di lajur lalu lintas utama Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung, Pulau Bali – Indonesia. Lokasinya sendiri cukup strategis dan mudah dijangkau dari Kota Denpasar atau objek-objek wisata yang lainnya seperti Candi Dasa, objek wisata Kertha Gosa, Museum Semarajaya dan lainnya.

Referensi

  1. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Klungkung
  2. https://ja-jp.facebook.com/balipost/posts/473744022692244
  3. http://jalan2.com/city/bali/monumen-puputan/
  4. http://beritadewata.com/Daerah/Klungkung/Monumen-Puputan-Klungkung,-Dipercantik.html
  5. http://balipost.com/read/headline/2015/01/08/27927/usulan-anggaran-penataan-monumen-puputan-klungkung-dicoret-tim-apd.html
  6. http://www.thearoengbinangproject.com/monumen-puputan-klungkung-bali/

Kertha Gosa

Kertha Gosa

Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Kertha Gosa adalah salah contoh dari peninggalan sejarah arsitektur Bali yang terletak di pulau Bali, atau tepatnya di Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung, Indonesia. Kertha Gosa terletak di Istana Klungkung dan pertama kali dibangun pada awal abad ke-18 oleh Dewa Agung Gusti Sideman. Fungsi pertama kompleks paviliun itu adalah sebagai tempat pengadilan pada tahun 1845. Kertha Gosa telah dicat ulang pada tahun 1920 dan sekali lagi pada tahun 1960-an.

kertha_gosa_klungkung_bali
Bangunan Arsitektur Kuno Kertha Gosa yang terletak di Kabupaten Klungkung - Bali.

Orang-orang yang menemukan paviliun tersebut tahu bahwa ada sejarah panjang di balik kompleks paviliun itu. Penemuan Kertha Gosa hanya dikenal oleh orang-orang yang menulis tentang itu di sini atau beberapa orang lain di luar pulau Bali. Kertha Gosa di Klungkung memiliki kisah Bhima Swarga yang dilukis di langit-langit bangunan. Bhima Swarga adalah kisah epik dalam agama Hindu yang dirujuk dari epos Mahabharata. Cerita di Kertha Gosa Pavilion tidak mengangkat seluruh kisah Mahabharata tapi hanya satu bagian kecil yang disebut "Bima Swarga".

Sejarah

Bhima_Swarga_Kertha_Gosa_Klungkung_Bali
Kertha Gosa berarti - "tempat di mana Raja bertemu dengan para Menteri untuk membahas persoalan keadilan." Kisah Bhima Swarga adalah cerita yang rumit dan saling berkaitan. Bhima Swarga di Bali berarti, "Bima pergi ke tempat tinggal para dewa." Swarga secara harfiah berarti tempat di mana para dewa berada, yakni Surga atau Neraka.

Bhima, salah seorang dari lima bersaudara Pandawa, dipaksa oleh ibunya Kunti dengan misi untuk menyelamatkan jiwa ayah duniawi nya Pandu dari neraka, dan ibu kedua mereka, Madri. Setelah menyelamatkan Pandu dan Madri dari neraka, Bhima harus mengawal dan mengamankan mereka untuk pergi ke Surga. Sepanjang perjalanan Bhima ke Surga dan Neraka ia didampingi dua hamba setia (karakter badut). Ini terdiri karakter sangat penting untuk cerita Bhima Swarga karena di Bali biasa dapat berhubungan dengan karakter dalam cerita Bhima Swarga karena karakter tersebut mewakili masyarakat Bali.

Saudara Bhima pergi melalui neraka bersama dengan Bhima untuk menyelamatkan orang tua mereka. Para Pandawa bersaudara mengamati orang-orang yang disiksa karena dosa-dosa mereka. Saudara kandung yang Arjuna, Nakula, Sahadewa, Yudisthira, dan Bima.

Dua karakter badut yang menemani Bhima dalam perjalanannya ke neraka adalah Tualen dan Mredah. Tualen memakai kain pinggang kotak-kotak hitam dan merupakan pembantu untuk Bhima. Tualen menerjemahkan apa yang dikatakan oleh Yudisthira dan Kunti. Mredah selalu memakai kotak-kotak merah kain pinggang dan ia juga membantu Bhima bersama dengan retak lelucon untuk meringankan suasana hati.

langit_langit_atap_Kertha_Gosa_Bhima_Swarga
Langit-langit di bangunan Kertha Gosa yang mengkisahkan perjalanan Bhima Swarga

Bhima pergi ke neraka untuk menyelamatkan orang tuanya dan ketika ia tiba ia menemukan orang tuanya berada di pemandian air panas yang besar. Bhima Tips mandi yang orangtuanya mendidih dan mereka dibawa ke Surga. Sang Iblis tidak suka Bhima menyelamatkan orang tuanya dan membawa mereka untuk pergi ke Surga. Bhima kemudian harus melawan Iblis. Selanjutnya, para Dewa tidak menyukai ide ini Bhima mengambil orang tuanya dari neraka ke surga. Bhima kemudian masuk ke bertengkar dengan para Dewa dan Bhima meninggal di Surga. Tuhan yang Maha Kuasa mengembalikan Bhima kembali ke kehidupan dan memberikan Bhima minuman keabadian. Adegan terakhir Bhima Swarga menunjukkan keadilan, bahkan dengan hukuman neraka.

Referensi

  • Diterjemahkan dari http://en.wikipedia.org/wiki/Kertha_Gosa_Pavilion